Pages

Friday, January 26, 2018

Asia Overland, #CrossBorder Melewati Perbatasan Jalur Darat Thailand dan Myanmar di Mae Sai dan Tachileik



Menyebrang Perbatasan Thailand ke Myanmar dari Mae Sai - Tachileik
 Setelah menempuh puluhan kilometer dengan sepeda motor sewaan dari kota Chiang Rai melalui jalanan yang semula kiri kanannya ladang perkebunan kini berubah menjadi sederetan bangunan pertokoan yang menghiasai perbatasan ini. Di pelatarannya penuh dijejali sederetan pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam makanan dan barang lainnya.
Tak hanya perut, matapun terasa lapar untuk membeli barang yang dijual di perbatasan ini. Aku mengusap mata lantas mencium aroma makanan pinggir jalan semerbak dari beberapa gerobak kaki lima. Aku dan Novel tertuju pada satu titik yang sama, sesosok ibu yang menjual makanan seperti martabak manis dengan taburan gula putih di atasnya yang tampak menggugah selera. Sedangkan Yayan tertarik untuk membeli ayam goreng yang aromanya tak kalah menggiurkan.

Thursday, January 25, 2018

Asia Overland, Menuju Perbatasan Jalur Darat Thailand dan Myanmar dengan Sepeda Motor



Perjalanan jalur darat dari pusat kota Chiang Rai menuju Mae Sai
Setelah edisi menjelajah Chiang Rai di White Temple dan perkampungan Kayan Lahwi berleher panjang, petualangan kamipun berlanjut. Hanya berbekal peta buta yang tampak lurus dan terlihat dekat membuat kami nekat menyusuri jalan dari kota Chiang Rai menuju perbatasan Myanmar di Maesai - Tachileik menggunakan sepeda motor. Tanpa mengetahui estimasi berapa kilometer yang akan kami tempuh membuat perjalanan ini tidak memiliki beban. Kami pacu kendaraan roda dua kami dengan santai mengikuti arah ke kota Mae Sai tempat perbatasan itu berada.
Hasilnya? Sudah lebih dari 2 jam mengendarai motor melewati jalan raya yang lurus ini seperti tak berujung. Dan setelah tiba di kota ini akhirnya kami menyadari jarak dari kota Chiang Rai ke Perbatasan ini sekali jalannya mencapai 80 kilometer. Jauh juga ya ternyata jika dihitung pulang pergi dalam hari yang sama.

Asia Overland, Bertamu ke Suku Karen/Lahwi, Perkampungan orang-orang berleher panjang

Salah satu suku karen di perkampungan suku berleher panjang di Thailand

Motor matik kami melaju konstan menyusuri jalan di area persawahan. Mataku asyik memandangi sawah yang menghijau dengan latar perbukitan. Jejeran ilalang memenuhi sepanjang tepi jalan. Selama perjalanan aku tak berbicara sama sekali. Pandanganku menangkap pantulan wajah Yayan dan Novel di kaca spion yang juga tampak menikmati perjalanan ini hingga akhirnya kami menghentikan laju motor dan memarkirkannya di sebuah perkampungan kecil yang berada di kaki bukit.

Setibanya disana, suasananya begitu sepi tak banyak turis yang sedang berkunjung di perkampungan ini. Kami menduga mungkin ini bukan tempat perkampungan yang biasanya dikunjungi tur wisata, karena lokasi perkampungan ada di sisi yang berbeda dan biaya retribusi masuknya pun hanya 100 Bath atau kurang dari setengah dari harga informasi yang kami peroleh.

Asia Overland, Berjumpa White Temple dan Tersesat di Black House Chiang Rai


White Temple di Chiang Rai, Thailand
Dengan tiket promo Air Asia yang kami peroleh dari kota Bangkok kami menuju Chiang Rai sebuah kota kecil di Thailand paling utara dengan penerbangan seharga 320.57 Thailand Bath. Tujuan utama kami yaitu mengujungi kawasan Golden Triangle yang merupakan jalur sutera perdagangan tiga negara yaitu Thailand, Myanmar dan Laos yang dihubungkan oleh sebuah sungai yang bernama Sungai Mekong.
Kami naik pesawat terakhir dengan pertimbangan agar memiliki waktu lebih untuk menjelajah kota Bangkok terlebih dahulu, dan secara kebetulan kami bisa menjelajah bersama teman-teman seperjalanan dari Jakarta yaitu Yayan, Nesia, Tika, Novel, Ade, Umi dan Nisa. Namun untuk perjalanan ke Thailand bagian utara ini kini tersisa Yayan saja, ditambah personil baru yaitu Novel yang baru bertemu kemarin. Jika hidup diibaratkan sebagai perjalananan, seperti inilah kehidupan yang terus berjalan. Ada yang datang ada juga yang pergi di dalam kehidupan.

Merencanakan Liburan ke Dataran Tinggi Dieng Dengan Paket Pesawat + Hotel Dari Traveloka



Matahari Terbit dari Puncak Sikunir di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo

         Di bulan Januari ini kota Jakarta diberkahi hujan yang membuat udara terasa dingin, setidaknya untuk beberapa hari terakhir. Dari balik jendela aku mengamati hujan yang turun dari langit membahasi bumi, dan entah mengapa cuaca seperti ini senantiasa bisa membuat kenangan masa lalu kembali hadir dalam ingatan. Memori perjalananku saat backpacking menjelajah Pulau Jawa hingga ke Pulau Bali lewat jalur darat sekelabat hadir, menghadirkan rasa rindu dan perasaan melankolis.
Dari beberapa kota yang dulu sempat ku singgahi ada sebuah destinasi yang begitu kurindukan keindahan alamnya dan cuacanya yang dingin yaitu Dataran Tinggi Dieng, dataran tinggi tertinggi kedua dunia setelah Nepal. Tempat ini memiliki ketinggian 2093 meter di atas permukaan laut atau mencapai ketinggian 6000 kaki. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu di Dieng Plateau sejuk mendekati dingin yang berkisar 15 sampai 20°C di siang hari dan 10°C di malam hari.