Pages

Monday, February 15, 2016

Asia Overland, Perjalanan Menuju Pantai Patong Phuket, Thailand


Suasana Terminal Bus Phuket, Thailand
Sekitar pukul tiga sore kurang dua menit, bus telah bersandar ke terminal Phuket yang cukup padat disesaki bus-bus tingkat yang parkir di tempat ini. Kami segera bergegas berjalan mencari angkutan umum yang dapat membawa kami ke pantai Patong tempat dimana rekan kami Amin telah menunggu kami disana. Melihat kami sebagai pendatang dengan tas ransel dan berjalan kaki di trotoar jalan, beberapa tukang ojek motor tuk tuk beroda tiga berusaha menawarkan jasanya kepada kami untuk mengantarkan ketempat tujuan.
Where you come from”? Tanyanya dengan aksen Thailand yang kental.
“Indonesia” Ucap kami.
Where do you go “Patong Beach?” Ia lanjut bertanya dan menebak arah tujuan kami. 
How much?” Kami menghampirinya untuk bernegosiasi.
Suasana Terminal Bus Phuket, Thailand

Suasana Terminal Bus Phuket, Thailand
        Disodorkannya sebuah kertas berlaminating yang telah dicetak dengan informasi daftar ongkos ke beberapa tempat populer di Phuket termasuk Pantai Patong tempat yang akan kami tuju. Bahasa inggris yang cukup baik. Tak seperti di kota sebelumnya yang begitu sulit untuk berkomunikasi, mungkin karena Phuket merupakan tempat wisata populer seperti halnya pulau Bali, jadi tak heran jika banyak orang disini yang juga bisa sedikit-dikit mengerti bahasa yang paling banyak digunakan di dunia ini.
“No, thank you” Melihat daftar harganya sontak membuat kami segera menolak dengan ramah dan berlalu meninggalkan tukang ojek. Harganya terlalu mahal hingga ratusan Bath untuk mencapai Pantai Patong.
 “Gimana Bang Coy?”
“Kita jalan kaki aja menuju ke terminal bus kecil menuju Patong”
“Dimana Bang?”
“Kalo dilihat di peta lurus kesana”
Ya.. kita kembali berjalan kaki untuk menjelajah setiap kota yang kami singgahi. Kecintaan kami akan berjalan kaki membuat kami begitu pas untuk menjadi partner dalam perjalanan. Sepanjang perjalanan kami menikmati barisan pertokoan yang berjejer di sepanjang jalan. Pertokoan kuno dengan wajah kusam kini mulai terhimpit dengan keberadaan bangunan pertokoan baru yang bertingkat penuh warna. 
Suasana Pusat Kota Phuket Thailand
Suasana Pusat Kota Phuket Thailand
Pengaturan lalu lintas disini sebagian besar satu arah. Bak mencari arah hilir sungai, kami hanya mengikuti arah arus mengalir dari hulu hingga ke tempat berlabuhnya muara sungai ke lautan lepas. Dengan mengikuti arah kendaraan umum berlalu kami mengikuti arah yang tepat hingga dapat menuju terminal bus kecil tempat bersandaranya bus tujuan ke Patong.
“Bang Coy gw kebelet nih” Ujarku di tengah perjalanan menuju terminal bus kecil.
“Sama Bang, gw juga dari tadi nahan”
“Kita coba cari minimarket aja Coy, kalo di Jakarta sih biasanya ada”
“Bener juga, yuk!”
Bergegaslah kami mencari keberadaan minimarket agar bisa menumpang ke kamar kecil untuk memenuhi hasrat membuang air kecil. Ketika tampak sebuah minimarket 711 kamipun segera membeli minuman agar nantinya bisa menumpang toilet di minimarket ini. Langsung ku bergegas ke lorong rak minuman dingin yang terpajang di dalam pendingin kemudian ku sodorkan botol minuman tersebut kepada kasir untuk dapat dibayar.
Sir, can we use your toilet?” Tanyaku sembari memberikan uang untuk pembayaran.
“No No... xyū̀ n @#!~@#%&?” Jawabnya dengan gestur tangan kanannya menolak.
“Dem, gak ngerti gw maksud perkataannya” Keluhku dalam hati.
“Toilet.. Toi. Let, WC.. Wa ter Clo set” Lanjutku mengeja.
“No No.. xyū̀ n @#!~@#%&” Lagi-lagi jawabannya tak dapat ku mengerti, dengan gestur tangannya ia berusaha menunjukan ke arah luar.
Kami langsung menterjemahkannya di tempat ini tidak ada toilet dan kami harus mencari diluar, “Aah tau gini ngapain tadi beli minum” Gumamku kepada Coy.
Kemudian terbesit ide yang cerdas untuk mencari fasilitas umum yang dibenak kami seharusnya memiliki sarana toilet. Coy membuka peta kota Phuket yang dimilikinya kemudian dicocokan dengan GPS yang ada di telpon genggamnya.
“Bisa dicoba nih di pasar tradisional, posisinya di depan kita”
“Yuk, sudah kebelet banget nih” Ujarku.
Kamipun segera melanjutkan perjalanan dari minimarket menuju pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari posisi kami yang berada di seberang jalan. Dari penampakan luarnya saja pasar ini begitu sepi, tak banyak toko yang buka di pasar ini. Dalam bayanganku mungkin ini pasar pagi yang hanya ramai kegiatan jual beli di pagi hari, sedangkan sore seperti sekarang hampir sebagian besar toko sudah tutup.
Kami celingak-celinguk mencari petunjuk keberadaan toilet. Tak lama kemudian ekor mata kami menangkap petunjuk di sebuah tembok yang bertuliskan WC dengan tanpa panah keatas. Kamipun segera naik tangga mengikuti arah petunjuk tersebut. Mata kami terus menjelajah ke semua bagian pasar ini. Naik ke lantai 1 tak tampak adanya toilet, langkah kami terus dilanjutkan ke lantai 2 dan menemukan hampir semua toko disini sudah tutup. Karena sudah begitu kebelet untuk ke toilet kamipun tak putus asa mencari keberadaan toilet umum tersebut sesuai dengan petunjuk hingga naik ke lantai 3, lantai tertinggi di bangunan ini. Di lantai ini benar-benar tidak ada tanda kehidupan, tak tampak satupun toko yang masih buka.
“Nah itu toiletnya” Ujarku dan berbegas menghampiri tempat tersebut.
Aku dan Coy segera menuju toilet umum tersebut yang letaknya tepat disebelah tangga turun.
“Yah digembok Bang, terkunciii!!” Ujar Coy kepadaku ketika melihat pintu teralis besi yang dililit oleh rantai yang digembok.
“Haduh, sudah naik sampai kesini ditutup” Ucapku geram.
Rasa kebelet ini sudah semakin tak tertahankan, seperti sudah mencapai ujung penderitaan. Arrrggg…. Kamipun segera mendatangi seorang petugas kebersihan yang masih dapat ditemui di asar ini untuk menanyakan keberadaan toilet. Dengan bahas tubuhnya dia menyatakan ada toilet umum di lantai dasar. Sontak kami langsung menuruni tangga itu ke lantai dasar dan terus mencari keberadaan toilet umum atau apa saja yang dapat menghentikan penderitaan ini.
Pandangan mata kami menjelajah setiap sudut yang ada di lantai dasar di antara sederetan pedagang daging dan unggas. Dan, akhirnya kami menemukan toilet itu. Bagus, kami bisa pakai toiletnya untuk menghilangkan kebelet kami. Ahhhhh… Lega rasanya ketika kami telah selesai memakai toilet ini. Dari kejadian sore ini akupun langsung terbesit terkadang kita sering melupakan berkah kecil dalam keseharian hidup kita seperti ketika sedang kebelet dengan mudahnya dapat langsung menuju toilet. Disini akupun langsung merasakan betapa nikmatnya jika kita sedang kebelet di tempat umum dan tergesa-gesa mencari toilet dan setelah menemukannya menjadikan toilet itu sebagai surga dunia yang sangat melegakan untuk melepas hasrat membuang air. Sudahkah kamu bersyukur hari ini?
"Selingan iklan"
Telah Terbit Buku Karya Saya Yang Berjudul Overland, Dari Negeri Singa ke Daratan Cina.
Untuk teman-teman yang mau order atau tanya informasi detailnya boleh direct whatsapp ya +6287887874709. Bisa juga DM Instagram @travelographers,  beli di website Leutikaprio atau di link marketplace ini ya.
* Tokopedia
* Shopee
* Bukalapak

Baca Episode Sebelumnya disini

           Baca Artikel Tentang Thailand disini

Follow my instagram @travelographers , twitter account @travelographers 
 and google plus account +shuTravelographer
and if you found the post useful or interesting please do share! :)

No comments:

Post a Comment