Pages

Wednesday, May 9, 2012

Selaras dan Harmoni Dalam Kehidupan Pedalaman Suku Baduy

Perkampungan Baduy Luar
    Kearifan masyarakat pedalaman suku baduy yang tinggal dikaki gunung Halimun Salak dalam mengelola dan hidup berdampingan dengan alam patut kita teladani. Kelompok masyarakat adat ini masih mempertahankan adat leluhurnya ditengah kehidupan dengan pembangunan dan gaya hidup yang modern.
     Perkampungan Suku Baduy yang terdiri dari Baduy Dalam dan Baduy Luar terdapat kurang lebih 57 kampung. Di mana suku Baduy Dalam terdiri dari tiga Kampung yaitu Cibeo, Cikatawarna, dan Cikeusik dan selebihnya adalah suku Baduy Luar. Keduanya dibawahi oleh tujuh Jaro (kepala adat). Khusus untuk suku Baduy Dalam, selain Jaro atau kepala adat, ada juga seorang Pu’un atau orang yang dianggap sakral oleh masyarakat Baduy Dalam yaitu golongan orang suci dari keturunan suci dan memiliki kebiasaan dan hati yang bersih.
     Kedudukan Pu’un sangat penting, yaitu sosok pemimpin yang memberikan sanksi adat bagi yang melanggar, memiliki kemampuan pengobatan, mengetahui dan menentukan masa tanam dan masa panen serta menentukan waktu puasa bagi orang Baduy Dalam yang dikenal dengan istilah Kawalun. Pada musim kawulun, suku Baduy Dalam tidak menerima tamu dari luar, kawulun umumnya dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April setiap tahunnya selama 3 bulan.

     Dalam kepercayaan mereka dan ajaran leluhur suku Baduy yang mewajibkan setiap keturunannya untuk hidup dalam kesederhanaan dan selaras dengan alam untuk keseimbangan alam semesta. Oleh karena itu secara turun temurun masyarakat suku baduy sangat menjaga ajaran tersebut dengan menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar.
Hidup Harmonis Bersama Alam
 
     Keharmonisan dengan alam terlihat dari kehidupan keseharian masyarakat suku baduy yang tidak menggunakan bahan kimia, hal ini terlihat mulai dari membersihkan diri atau mandi yang mereka lakukan di sungai yang mengalir disekitar tempat tinggal suku Baduy. Dengan kearifan menjaga alam dengan baik, sungai ini tampak bersih dengan air yang jernih mengalir sepanjang sungai yang tentunya digunakan juga untuk keperluan sehari-hari.
      Rumah masyarakat adat suku Baduy memiliki ciri khas yaitu hanya memiliki satu pintu dibagian depan dengan memiliki jarak yang cukup antar satu rumah dengan rumah lainnya. Dimana dalam setiap prosesi pembangunan rumah baru selalu diawali dengan upacara adat yang melibatkan tokoh pempimpin setempat yang dihormati serta seluruh elemen masyarakat suku Baduy. Untuk pengerjaan rumahnya, akan dilakukan secara gotong royong oleh warga setempat untuk saling membantu sehingga dapat mempercepat proses pembangunannya.
 
  Rumah Tradisional di Kampung Baduy
   
 Desain rumahnya berbentuk panggung yang terbuat dari bahan-bahan yang sangat mudah diurai oleh tanah yang semuanya berasal dari alam diantaranya berdinding bilik bambu, beratap dari ijuk dan daun pohon kelapa dengan rangka rumah dari kayu alam diantaranya kayu Jati, kayu pohon kelapa dan kayu albasiah. Dari rangka kayu tersebut dikaitkan dengan pasak yang juga terbuat dari kayu.
 
 Rumah Tradisional di Kampung Baduy
     Kedamaian begitu terasa ketika menikmati malam hari dari salah satu rumah diperkampungan adat suku Baduy ini, dimana disemua rumah orang Baduy Dalam tanpa dilengkapi listrik (dan tentunya berbagai jenis alat elektronik) sehingga suasananya begitu gelap hanya sinar lampu petromaks kecil yang menerangi. Dengan Lingkungan pegunungan Halimun Salak yang masih asri, langit pun terlihat begitu bersih sehingga dapat menikmati ribuan bintang diangkasa atau cahaya bulan yang bersinar menghiasi dan menerangi malam yang sunyi dan sepi. 

 
 
     Rumah Tradisional di Kampung Baduy

    Ajaran leluhur lainnya yaitu hingga saat ini, orang suku Baduy Dalam saat berpergian, masih tidak mau menggunakan alat transportasi modern melainkan dengan berjalan kaki tanpa menggunakan alas kemanapun mereka pergi. Dikarenakan siapa yang melanggar ajaran ini akan dikucilkan dari suku Baduy Dalam dan diberikan sanksi dari masyarakat adat. Berbeda dengan Baduy Luar yang diperbolehkan transportasi modern dan pantangan atau peraturan yang lebih mengikuti perkembangan zaman.
     Untuk membedakan suku Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dilihat dari pakaian yang mereka kenakan, yaitu untuk laki laki dari suku Baduy Dalam menggunakan warna ikat kepala warna putih sedangkan Baduy Luar menggunakan Warna Hitam, sedangkan untuk perempuannya mengenakan pakaian lengan panjang dengan kain rok berbentuk selendang sebatas mata kaki dan ditambah dengan asesoris selendang kecil yang dikaitkan dileher.
     Ketua adat membuat ajaran dan peraturan yang akan ditaati oleh masyarakat adat Baduy, begitu juga halnya untuk pengunjung atau tamu yang datang ke Baduy Dalam yang tidak diperbolehkan mengambil gambar atau photo setelah memasuki kawasan Baduy Dalam, pengambilan gambar hanya boleh dilakukan sebatas perkampungan Baduy Luar. Begitu juga dengan penggunaan bahan kimia dan alat elektronik yang juga merupakan salah satu pantangan untuk digunakan disini. Sebagai tamu yang menghormati adat istiadat setempat, tentunya setiap orang yang berkunjung harus dengan bijak dan dengan kesadaran diri sendiri untuk tidak melanggar pantangan tersebut.

Akses Transportasi Menuju Baduy dengan Kereta Api menuju Rangkas Bitung
     Akses Transportasi Menuju Baduy Dengan Bus Menuju Ciboleger

       Untuk mencapai tempat ini anda tidak perlu berjalan kaki tanpa alas kaki dari kota asal seperti yang dilakukan Suku Baduy Dalam :D, Transportasi yang dapat digunakan yaitu Bus Umum atau kereta diesel dari Tanah Abang, Jakarta menuju Rangkasbitung, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan ELF menuju Terminal Ciboleger yang merupakan pintu masuk menuju perkampungan adat suku Baduy. Atau justru anda tertantang untuk berjalan kaki dari kota masing-masing untuk lebih mendalami filosofi dan ajaran leluhur suku Baduy Dalam? Rasanya bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. :)

Follow me on twitter : @travelographers

 
 
 

No comments:

Post a Comment