Sekitar pukul tiga sore kurang dua menit, bus telah bersandar
ke terminal Phuket yang cukup padat disesaki bus-bus tingkat yang parkir di tempat
ini. Kami segera bergegas berjalan mencari angkutan umum yang dapat membawa
kami ke pantai Patong tempat dimana rekan kami Amin telah menunggu kami disana.
Melihat kami sebagai pendatang dengan tas ransel dan berjalan kaki di trotoar
jalan, beberapa tukang ojek motor tuk tuk beroda tiga berusaha menawarkan
jasanya kepada kami untuk mengantarkan ketempat tujuan.
“Where you come from”?
Tanyanya dengan aksen Thailand yang kental.
“Indonesia” Ucap kami.
“Where do you go
“Patong Beach?” Ia lanjut bertanya dan menebak arah tujuan kami.
Suasana Terminal Bus Phuket, Thailand |
Suasana Terminal Bus Phuket, Thailand |
“No, thank you”
Melihat daftar harganya sontak membuat kami segera menolak dengan ramah dan
berlalu meninggalkan tukang ojek. Harganya terlalu mahal hingga ratusan Bath
untuk mencapai Pantai Patong.
“Gimana Bang Coy?”
“Kita jalan kaki aja menuju ke terminal bus kecil menuju
Patong”
“Dimana Bang?”
“Kalo dilihat di peta lurus kesana”
Ya.. kita kembali berjalan kaki untuk menjelajah setiap kota
yang kami singgahi. Kecintaan kami akan berjalan kaki membuat kami begitu pas
untuk menjadi partner dalam
perjalanan. Sepanjang perjalanan kami menikmati barisan pertokoan yang berjejer
di sepanjang jalan. Pertokoan kuno dengan wajah kusam kini mulai terhimpit
dengan keberadaan bangunan pertokoan baru yang bertingkat penuh warna.
Suasana Pusat Kota Phuket Thailand |
Suasana Pusat Kota Phuket Thailand |
Pengaturan lalu lintas disini sebagian besar satu arah. Bak
mencari arah hilir sungai, kami hanya mengikuti arah arus mengalir dari hulu
hingga ke tempat berlabuhnya muara sungai ke lautan lepas. Dengan mengikuti
arah kendaraan umum berlalu kami mengikuti arah yang tepat hingga dapat menuju
terminal bus kecil tempat bersandaranya bus tujuan ke Patong.
“Bang Coy gw kebelet nih” Ujarku di tengah perjalanan menuju
terminal bus kecil.
“Sama Bang, gw juga dari tadi nahan”
“Kita coba cari minimarket aja Coy, kalo di Jakarta sih
biasanya ada”
“Bener juga, yuk!”
Bergegaslah kami mencari keberadaan minimarket agar bisa
menumpang ke kamar kecil untuk memenuhi hasrat membuang air kecil. Ketika
tampak sebuah minimarket 711 kamipun segera membeli minuman agar nantinya bisa
menumpang toilet di minimarket ini. Langsung ku bergegas ke lorong rak minuman
dingin yang terpajang di dalam pendingin kemudian ku sodorkan botol minuman
tersebut kepada kasir untuk dapat dibayar.
“Sir, can we use your
toilet?” Tanyaku sembari memberikan uang untuk pembayaran.
“No No... xyū̀ n @#!~@#%&?” Jawabnya dengan gestur tangan
kanannya menolak.
“Dem, gak ngerti gw maksud perkataannya” Keluhku dalam hati.
“Toilet.. Toi. Let, WC.. Wa ter Clo set” Lanjutku mengeja.
“No No.. xyū̀ n @#!~@#%&” Lagi-lagi jawabannya tak dapat
ku mengerti, dengan gestur tangannya ia berusaha menunjukan ke arah luar.
Kami langsung menterjemahkannya di tempat ini tidak ada
toilet dan kami harus mencari diluar, “Aah tau gini ngapain tadi beli minum”
Gumamku kepada Coy.
Kemudian terbesit ide yang cerdas untuk mencari fasilitas
umum yang dibenak kami seharusnya memiliki sarana toilet. Coy membuka peta kota
Phuket yang dimilikinya kemudian dicocokan dengan GPS yang ada di telpon
genggamnya.
“Bisa dicoba nih di pasar tradisional, posisinya di depan
kita”
“Yuk, sudah kebelet banget nih” Ujarku.
Kamipun segera melanjutkan perjalanan dari minimarket menuju
pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari posisi kami yang berada di
seberang jalan. Dari penampakan luarnya saja pasar ini begitu sepi, tak banyak
toko yang buka di pasar ini. Dalam bayanganku mungkin ini pasar pagi yang hanya
ramai kegiatan jual beli di pagi hari, sedangkan sore seperti sekarang hampir
sebagian besar toko sudah tutup.
Kami celingak-celinguk mencari petunjuk keberadaan toilet.
Tak lama kemudian ekor mata kami menangkap petunjuk di sebuah tembok yang
bertuliskan WC dengan tanpa panah keatas. Kamipun segera naik tangga mengikuti
arah petunjuk tersebut. Mata kami terus menjelajah ke semua bagian pasar ini.
Naik ke lantai 1 tak tampak adanya toilet, langkah kami terus dilanjutkan ke
lantai 2 dan menemukan hampir semua toko disini sudah tutup. Karena sudah
begitu kebelet untuk ke toilet kamipun tak putus asa mencari keberadaan toilet
umum tersebut sesuai dengan petunjuk hingga naik ke lantai 3, lantai tertinggi
di bangunan ini. Di lantai ini benar-benar tidak ada tanda kehidupan, tak
tampak satupun toko yang masih buka.
“Nah itu toiletnya” Ujarku dan berbegas menghampiri tempat tersebut.
Aku dan Coy segera menuju toilet umum tersebut yang letaknya
tepat disebelah tangga turun.
“Yah digembok Bang, terkunciii!!” Ujar Coy kepadaku ketika
melihat pintu teralis besi yang dililit oleh rantai yang digembok.
“Haduh, sudah naik sampai kesini ditutup” Ucapku geram.
Rasa kebelet ini sudah semakin tak tertahankan, seperti sudah
mencapai ujung penderitaan. Arrrggg…. Kamipun segera mendatangi seorang petugas
kebersihan yang masih dapat ditemui di asar ini untuk menanyakan keberadaan
toilet. Dengan bahas tubuhnya dia menyatakan ada toilet umum di lantai dasar.
Sontak kami langsung menuruni tangga itu ke lantai dasar dan terus mencari
keberadaan toilet umum atau apa saja yang dapat menghentikan penderitaan ini.
Pandangan mata kami menjelajah setiap sudut yang ada di
lantai dasar di antara sederetan pedagang daging dan unggas. Dan, akhirnya kami
menemukan toilet itu. Bagus, kami bisa pakai toiletnya untuk menghilangkan
kebelet kami. Ahhhhh… Lega rasanya ketika kami telah selesai memakai toilet ini.
Dari kejadian sore ini akupun langsung terbesit terkadang kita sering melupakan
berkah kecil dalam keseharian hidup kita seperti ketika sedang kebelet dengan
mudahnya dapat langsung menuju toilet. Disini akupun langsung merasakan betapa
nikmatnya jika kita sedang kebelet di tempat umum dan tergesa-gesa mencari
toilet dan setelah menemukannya menjadikan toilet itu sebagai surga dunia yang
sangat melegakan untuk melepas hasrat membuang air. Sudahkah kamu bersyukur
hari ini?
"Selingan iklan"
Telah Terbit Buku Karya Saya Yang Berjudul Overland, Dari Negeri Singa ke Daratan Cina. |
Penasaran bagaimana Trilogy buku ini? Baca Sinopsis lengkapnya disini : Buku Trilogy Overland - Dari Negeri Singa ke Daratan Cina. Sebuah memoar perjalanan jalur darat melintasi perbatasan 13 negara Asia Tenggara dan Daratan Cina.
Untuk teman-teman yang mau order atau tanya informasi detailnya boleh direct whatsapp ya +6287887874709. Bisa juga DM Instagram @travelographers, beli di website Leutikaprio atau di link marketplace ini ya.
* Tokopedia
* Shopee
* Bukalapak
Baca Episode Sebelumnya disini
Baca Artikel Tentang Thailand disini
Follow my instagram @travelographers , twitter account @travelographers
and google plus account +shuTravelographer
and if you found the post useful or interesting please do share! :)
No comments:
Post a Comment