Hutan Eucaplyptus Cassicarva, Provinsi Jambi - Sumatera |
“Biasa memang begini kalau di Jambi, karena landasan pacunya pendek” Ujar temanku yang duduk disebelah.
“Oh gitu ya” jawabku singkat.
Hari ini merupakan hari pertamaku untuk masuk ke salah satu area hutan di Jambi, sesaat keluar dari bandara menuju pusat kota Jambi disambut oleh gapura selamat datang dengan atap menonjol seperti tanduk kerbau salah satu ciri khas rumah-rumah tradisional Provinsi Jambi. Langit Jambi Pagi itu begitu cerah, gumpalan awan cumulus nimbus yang menggantung diangkasa mewarnai langit dengan indahnya.
Ketika memasuki pusat kota mataku
tertuju pada sebuah bangunan yang memiliki banyak pilar yang berdiri kokoh,
bangunan tersebut bernama Masjid Agung Al-Falah yang dikenal sebagai masjid
1000 tiang. Masjid ini merupakan masjid terbesar di provinsi Jambi yang
merupakan salah satu lansekap kota ini.
Bandara Sultan Thaha, Provinsi Jambi |
Gerbang Selamat Datang di Kota Jambi |
Suasana Kota Jambi |
Mobil yang kami tumpangi mulai
beranjak menjauhi pusat kota, kami mulai menyusuri jalan tepat dipinggir sungai
yang berwarna kecoklatan yang kemudian kuketahui sungai tersebut adalah sungai
terbesar dan terpanjang di Provinsi Jambi yang dikenal dengan nama sungai
Batanghari. Panjangnya mencapai 1740 km.
Kami melintasi sebuah jembatan dari rangkaian besi yang berdiri
melintasi sungai yang memiliki lebar sungai antara 200 hingga 650 meter.
Jembatan Besi yang Melewati Sungai Batang Hari di Jambi |
Jarak antar satu rumah dengan
rumah lain mulai berjauhan hingga ketika masuk kedalam jalur lintas Sumatera
pemandangan dari kedua sisi mulai berubah didominasi oleh perkebunan kelapa
sawit yang menghampar luas sepanjang mata memandang. Sering kali mobil kami
berpapasan dengan truk yang membawa hasil kelapa sawit yang mengunung
didalamnya. Buahnya merah kecoklatan yang menandakan buah kelapa sawit tersebut
sudah siap untuk diproses menjadi minyak goreng.
Perkebunan Kelapa Sawit di Kedua Sisi |
Dari informasi Bang Ucok supir
yang membawa kami, sebagian kecil perkebunan tersebut dimiliki oleh penduduk
setempat namun sebagian besar lainnya telah dikuasai oleh perusahaan besar yang
telah mengekploitasi provinsi ini.
Semakin kedaerah pedalaman,
pemandangan sekeliling mulai berubah menjadi hutan. Sayangnya hutan yang
kulihat dikedua sisi jalan bukanlah hutan alami yang menyimpan beraneka ragam
kekayaan hayati sebagai tempat hidup ribuan jenis organisme didalamnya
melainkan hamparan hutan produksi yang menghampar luas. Hutan ini merupakan
salah satu tempat produksi pohon yang kayunya digunakan sebagai bahan utama
pembuatan kertas disalah satu parbik besar disini.
Ketika Mogok Ditengah hutan, Setiap Orang Yang Berpapasan Akan Berusaha Untuk Saling Membantu |
Aku
tertegun dan menghela nafas ketika kami melewati daerah yang sebagian besar
lahannya telah dipanen kayunya sehingga pemandangan yang terlihat tak lagi
hijau melainkan tanah dengan potongan kayu yang menghampar dimana-mana. Semua
terlihat tampak rusak karena pembalakan pada proses panen kayu tersebut. Tampak
beberapa alat berat yang mengangkat kayu-kayu tersebut untuk dimasukan dalam
truk-truk besar untuk diangkut kesebuah parbik pengolahan kertas diprovinsi
ini.
Truk-Truk Besar Yang Membawa Potongan Kayu Sebagai Bahan Baku Utama Pembuatan Kertas |
Truk-Truk Besar Siap Mengantarkan Kayu Hasil Panen Ke Pabrik Kertas |
“Kondisi
ini hanya sekitar 2 bulan saja, nanti setelah dibersihkan terus ditanam lagi
hutan ini akan kembali hijau”. Perusahaan sudah memiliki bibit unggul sehingga
pohon-pohon yang kita tanam akan cepat tumbuh tinggi dan bisa dipanen kembali
dalam waktu sekitar 2 tahunan.” Ucap salah seorang orang lokal yang bekerja
diperusahaan pengelola hutan produksi ini.
“Tapi
terkadang ada saja aktifis yang mencoba mencari kesalahan perusahaan untuk
mencari keuntungan pribadi dalam hal ini kebutuhan dana CSR ataupun kompensasi
ke masyarakat maupun organisasinya, padahal tidak lama setelah ditebang ga lama
lagi juga hijau. Selama perusahaan tidak melanggar hukum seharusnya tidak
dipermasalahkan” Lanjutnya membela diri. Dan akupun hanya bisa menganggukan
kepala seolah-olah mengiyakan ucapannya.
Beberapa Pekerja Dari Penduduk Lokal Yang Merawat Hutan Produksi
Aku
tiba disebuah pabrik pengolahan kayu produksi yang sudah dipanen yang akan
diproses menjadi bahan baku pembuatan kertas yang dapat diproses menjadi berbagai
produk akhir mulai dari kertas buku, kertas untuk printing, tisu dan berbagai
produk lainnya. Pabriknya sungguh besar, tempak ribuan karyawan dari berbagai
kota di Sumatera termasuk orang lokal Jambi bergantung hidup ditempat ini.
Bahkan sebagian besar dari mereka malah sudah menetap bertahun-tahun disini dan
memulai hidup baru didaerah terpencil ini.
Bau
kimia yang menyerbak sekeliling area pabrik cukup menyengat, bahan itu digunakan
sebagai salah satu bahan baku untuk mengolah kayu tersebut. Aku tak tahu
bagaimana limbah ini diolah sebelum akhirnya dibuang kelingkungan sekitar. Yang
ada didalam harapanku semoga saja mereka mengolahnya dengan benar dengan
memperhatikan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan.
Diwaktu
yang berbeda akupun pernah diantar kesebuah area pembibitan. Tempat dimana
bibit-bibit pohon baru dikembangkan untuk ditanam ke lahan-lahan yang telah
siap untuk ditanam kembali. Semua tampak indah jika melihat jutaan bibit pohon
tersebut telah tumbuh besar dan siap ditanam untuk kembali menghijaukan daerah
yang tampak rusak setelah dipanen. Bumi akan kembali hijau menutupi lahan-lahan
coklat dengan ampas kayu yang berserakan.
Area Nursery, Pusat Penamanam Bibit Untuk Hutan Produksi |
Area Nursery, Pusat Penamanam Bibit Untuk Hutan Produksi |
Namun
dari satu sisi tak jauh dari pusat pembibitan tersebut terdapat sebuah area
konservasi hewan yang dipelihara disini. Mereka menyebutkan konservasi karena
beranggapan turut memelihara hewan-hewan hutan yang termasuk dilindungi oleh
pemerintah dan dunia. Namun yang kulihat yang ada bukanlah area konservasi,
malah lebih cocok sebagai area kerangkeng hewan-hewan dalam kandang yang sempit
yang telah ditangkap oleh manusia ketika membuka lahan yang merubah hutan alami
menjadi hutan produksi. Beberapa beruang madu terkurung dalam kandang yang
sempit, beberapa gajah terkekang rantai yang melilit kedua kakinya dan beberapa
burung akan ditakdirkan menghabiskan sisa hidupnya dalam sangkar besi.
Kondisi Kandang Konservasi Untuk Binatang Yang telah di"selamat" kan |
Kedua kaki gajah dikekang dengan rantai besar, Gadingnya telah dipotong oleh oknum. |
Dari
cerita yang kudapatkan, binatang tersebut ditangkap dan dimasukan dalam area
“konservasi” agar tidak membahayakan manusia. Padahal jika kita renungi
merekalah yang memiliki “rumah” tersebut sebagai “penduduk” asli yang telah
lama menempati hutan tersebut sebelum kedatangan manusia menjarah hutan meraka.
Aku membayangkan betapa indahnya jika manusia dan mahluk hidup lainnya dapat
hidup selaras dan berdampingan dengan harmonis.
Kandangnya Sempit Mengekang Kebebasan
Beberapa minggu tinggal diarea hutan ini dan melihat lebih dekat kehidupan ditempat
terpencil ini membuatku berpikir secara rasional dan seimbang dari dua sisi.
Dari satu sisi keberadaan perusahaan besar yang mengelola hutan produksi ini
telah menghidupi puluhan ribu orang dengan memberikan lahan pekerjaan bagi
semua orang khususnya masyarakat setempat. Tak hanya karyawan, masyarakat
sekelilingpun mendapatkan rezekinya dengan usahanya mendukung roda perekonomian
yang berputar didaerah terpencil ini. Mulai dari toko kelontong, warung makan,
dan berbagai toko kecil lainnya.
Dari
satu sisi memang tentunya sebagian besar lahan yang dulunya hutan alami kini
telah berubah menjadi hutan produksi bahkan lebih parah lagi berubah menjadi
lahan perkebunan kelapa sawit yang dapat merusak struktur dan kesuburan tanah.
Hamparan Hutan Produksi di Provinsi Jambi |
Jika
kita mencoba fair, kitapun sebagai konsumen yang menggunakan bahan-bahan kertas
atau minyak goreng turut bertanggung jawab
untuk ekploitasi hutan alami menjadi area perkebunan. Karena
bagaimanapun juga perusahaan-perusahaan besar itu ada dan berkembang karena besarnya kebutuhan akan barang
tersebut.
Rasanya
semua kembali lagi kepada kita yang peduli terhadap lingkungan untuk turut
serta mengontrol aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan tentunya
peranan penting pemerintah dalam mengimplementasikan hukum dan aturan yang
memihak kelestarian lingkungan yang selaras dengan jalannya roda perekonomian.
Rasanya
pekerjaan rumah terbesar pemerintah yaitu menindak tegas pembalakan liar dan
membatasi area yang diperbolehkan untuk diekploitasi menjadi area perkebunan. Tidak
seperti sekarang yang tak terkontrol selama ada uang perizinan, lahan hutan
alamipun dapat dibabat habis. Semoga saja anak cucu kita kelak masih dapat
melihat apa itu hutan yang alami dan ada organisme apa saja yang hidup
didalamnya. Ya semoga saja penerus kita masih dapat melihat keindahan bumi
pertiwi dengan kedua pasang mata mereka sendiri ditempat aslinya tidak dari
foto kenangan betapa indahnya negeri Indonesia karena sudah musnah atau punah.
Follow my instagram & twitter account : @travelographers
Baca artikel
lain terkait mengenai Provinsi Jambi:
wahh abgus sekali suasana jambi
ReplyDeletenice post salam persahabatan kunjungi balik blog kami :)
sama-sama. iya kalau ga di ekploitasi berlebihan jambi akan tetap bagus
Deletesalam persahabatan.
Regards
wow jambi...tanah kelahiran. terima kasih sudah meliput
ReplyDeletesama-sama imadara. semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Deleteterima kasih sudah berkunjung ke blog kami :)